16 Toko Berjaringan Asal China  di Badung Ditutup Karena Merugikan Citra Wisata Bali, Bayangin, Yang Dijual Produk China Rasa Bali....

16 Toko Berjaringan Asal China  di Badung  Ditutup Karena Merugikan Citra Wisata Bali, Bayangin, Yang Dijual Produk China Rasa Bali....
Penutupan paksa sejumlah toko berjaringan asal China di Bali.

DENPASAR (RIAUSKY.COM)- Gubernur Bali, Wayan Koster, menutup 16 toko berjaringan asal China atau Tiongkok di Bali. Wayan Koster menginstruksikan penutupan 16 toko jaringan China itu kepada Bupati Badung.

Alasannya, karena 16 toko art shop atau unit usaha China itu dianggap melakukan praktik tidak sehat dan tak berizin.

Koster mengaku tak khawatir jika imbas penutupan ini mengakibatkan kunjungan turis China berkurang ke Bali.

“Jadi yang dibahas berkenaan dengan praktik tidak sehat yang dilakukan penyelenggara pariwisata, yakni ada toko, art shop, travel yang berizin atau tidak berizin, ada yang berizin tetapi usahanya berbeda.

Karena ditemukan tidak berizin, saya mengambil keputusan tegas menutup usaha yang melakukan praktik tidak sehat ini karena berdampak buruk pada citra pariwisata Bali secara keseluruhan,” kata Wayan Koster di Kantor Gubernur Bali, pada Kamis (8/11/2018).

Koster menuturkan jumlah unit usaha yang akan ditutup berjumlah 16 toko, yang seluruhnya berlokasi di Kabupaten Badung.

Lanjutnya, yang sudah pasti tidak berizin ada 4 usaha. Ia mengatakan tidak khawatir akan ada penurunan wisatawan Tiongkok ke Bali terkait penutupan unit-unit usaha China itu.

“Nanti akan terseleksi dengan sendirinya, yang cinta Bali kan banyak. Kami harap orang-orang yang datang ke Bali adalah yang tertib, menjaga citra pariwisata, menghormati kearifan lokal, tradisi dan budaya Bali,” ujarnya.


Konstribusi Besar

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, IGN Rai Surya Wijaya mengatakan wisatawan Tiongkok ini masih memberi kontribusi besar bagi pariwisata Bali.

“Kita yakini Bali masih memerlukan turis China yang jelas berkualitas, dan tidak ada lagi yang melanggar aturan-aturan yang ada,” tegas Rai Surya.


“Aturannya harus ditegakkan, dan law enforcement-nya yang penting. Setiap stakeholder harus mengelola pariwisata ini dengan profesional kedepannya agar lebih maju,” terangnya.

Selanjutnya, ia menyebutkan kerugian yang dialami dari sisi pemerintah akibat kehilangan pajak karena pembayarannya menggunakan wechat, dimana transaksinya langsung di Tiongkok.

Menurutnya, pasar pariwisata China sangat potensial karena jumlah penduduknya 1,5 miliar, dan jutaan penduduknya berwisata tiap tahunnya.

Namun, kata dia, Bali lebih menyasar kelas menengah ke atas.

Dikatakannya, saat berkunjung ke Beijing dan Shanghai, ia mengaku pihaknya sudah menandatangani MoU dengan pemerintah setempat untuk mendatangkan 2 juta turis Tiongkok.

“Tetapi turis yang betul-betul punya duit dan berkelas, yang dijaga image Bali supaya harganya jangan sampai sangat murah. Jangan biarkan Bali jadi destinasi murahan,” ungkapnya.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara, Kementerian Pariwisata RI, Prof I Gde pitana mengatakan pariwisata yang berkualitas bukan dilihat dari tarifnya.

Namun sejauh mana dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.

”Pariwisata Bali harus semuanya ada. Seperti kata nenek moyang saya, dagang ceraki, karena semua ada segmennya. Apa kita perlu ada hotel bintang 5 yang tarifnya Rp 5 juta, perlu. Apa kita perlu homestay yang tarifnya Rp 500 ribu, di desa wisata dengan jumlah penginapan yang banyak, perlu,” tegasnya.

“Jadi semuanya itu perlu ada. Yang dimaksud dengan wisatawan berkualitas menurut saya adalah wisatawan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal tanpa merusak lingkungan dan budaya Bali,” terang Pitana.


Menurutnya, yang bermasalah pada segmen pariwisata China bukanlah pada harganya yang murah.

Namun yang dimasalahkan karena adanya praktik-praktik yang melanggar aturan.

“Yang bermasalah pada wisatawan Tiongkok apakah harga murah atau penipuannya? Bukan harga murah kan, gratis pun boleh. Kami sering melakukan farm trip dengan gratis, itu ada nilai promosinya,” tuturnya.

Pitana menyimpulkan ketika berbicara tentang wisatawan China, yang dipermasalahkan bukan harga murah.

Namun karena adanya penipuan, pemerasan, pemaksaan dan pembukaan usaha yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Soal harga itu urusan bisnis,” imbuhnya.


Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) turun tangan dengan melakukan sidak ke empat toko yang dikhususkan bagi warga Tiongkok yang sedang berlibur di Bali itu.

Dalam sidak ke empat toko tersebut, Cok Ace menemukan beberapa kejanggalan yang dapat merusak citra pariwisata Bali.

“Pertama, terkait produk yang dijual semuanya berasal dari Tiongkok, namun dikesankan seperti produk Indonesia. Kedua, masalah tenaga kerja, ternyata banyak orang asing. Termasuk juga ada penggunaan gambar-gambar presiden dengan baju batik, hingga menggunakan stempel dengan lambang Garuda,” kata Cok Ace saat ditemui di Kantor Gubernur Bali, Kamis (18/10/2018).


Selain itu, kata dia, dirugikan adalah terkait pemasukan bagi negara karena secara pola pembayaran mereka menggunakan sistem Tiongkok, sehingga dikhawatirkan tidak ada devisa yang masuk ke Indonesia.

“Mereka mengaku menggunakan rupiah, namun pembayaran mereka ternyata pakai sistem Tiongkok kami sempat foto. Pake wechat, jadi tidak kena pajak dan tidak ada devisa masuk,” imbuhnya.

Berikutnya, pihaknya juga menemukan kejanggalan terkait dengan pola belanja wisatawan yang terkesan adanya pemaksaan.

Hal ini dilakukan untuk bisa mengembalikan subsidi yang travel-travel agen berikan kepada wisatawan yang masuk Bali dengan harga yang di bawah standar.

“Jadi kerugian bagi Bali, jelas merusak citra Bali. Merusak nama baik Bali, dengan pola seperti ini. Kemudian kita juga tidak dapat pajak dan lain-lain, termasuk penggunaan simbol dasar negara Burung Garuda menjadi stempel. Bali sangat dirugikan, bahkan Indonesia, negeri kita dirugikan,” tegas Cok Ace.

Sebelumnya, Sidak Wagub ini dilakukan tanpa diketahui oleh awak media.

Cok Ace sidak didampingi oleh Karo Humas dan Protokol Pemprov Bali Dewa Mahendra, bersama Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Bali dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).

Setelah sidak berjalan, baru ada info yang menyebutkan Cok Ace melakukan sidak.

Setibanya di kantor Gubernur dan Cok Ace memberikan penjelasan kepada beberapa awak media.

“Kami melakukan sidak, untuk memastikan permainan-permainan itu ternyata bukan isu lagi. Memang benar dan faktanya memang ada,” ungkapnya.

Ia mengatakan, pihaknya mendatangi empat toko yang ada di Jalan By Pass Gusti Ngurah Rai.

Baginya keberadaan toko-toko tersebut tidak asing lagi, dan pola toko dengan beberapa induk perusahaan itu ada sekitar 10 di Bali.

“Kami datangi empat, induknya. Namanya jangan disebut dulu,” ucap Ketua PHRI Bali ini.

Cok Ace menyebutkan, memang benar toko-toko itu menjual barang-barang bukan produksi Bali. Misalnya kasur berbahan karet atau lateks.

“Aneh juga kok di Bali jual lateks. Bali bukan penghasil karet. Dan semua barang-barang dari Tiongkok. Jadi ada kemungkinan permainan. Menjadi aneh orang Tiongkok kok beli barang Tiongkok setelah berwisata di Bali,” sebutnya.

Selanjutnya, adapun cara penjualannya, dimana wisatawan akan digiring masuk ruangan. Kemudian wisatawan diminta untuk mencoba kasur itu.

“Saya pikir ini pegawai spa, tidur-tiduran di lateks. Ternyata semua barang Tiongkok yang dijual,” imbuhnya.

Berikutnya toko kedua yang dikunjungi menjual sutra. Dengan cara yang sama, mereka digiring ke satu ruangan untuk mendapatkan penjelasan.

Anehnya ditemukan, foto-foto Presiden Indonesia, dipasang seperti Presiden Jokowi, Mantan Presiden SBY.

Dengan mengenakan batik, namun batik yang digunakan adalah batik Indonesia.

Namun Cok Ace mengatakan, itu digunakan untuk meyakinkan. Bahwa Presiden saja menggunakan kain seperti yang mereka jual.

“Tetapi kain yang dijual juga didatangkan dari Tiongkok, seperti ingin mengelabuhi, dengan gambar-gambar presiden kita,” katanya.

Yang dikunjungi selanjutnya adalah toko obat-obatan. Ketika tim masuk, obat-obatnya langsung digulung, kemudian cepat-cepat seperti mau kabur. Obat-obatan tersebut rata-rata berasal dari Tiongkok.

“Kalau memang tidak ada masalah, kenapa harus panik. Ini mengindikasikan ada sesuatu dalam toko-toko ini, ndak harus segitunya,” cetusnya.

Terakhir adalah toko yang menjual Kristal. Juga barang-barang Tiongkok.

Ketika masuk sudah langsung semua barangnya mau dilarikan, digulung dan dibungkus. Akhirnya satu pegawainya berhasil diambil.

“Megrudugan (panik, Red) semua, satu berhasil diambil,” ujarnya.

Ia menyebutkan jika diamati sebagian besar pegawai di toko tersebut merupakan orang asli Tiongkok.

Sehingga dirinya melihat indikasi banyak ada WNA dengan visa wisatawan justru bekerja di Toko-toko milik orang Tiongkok.

Dengan kondisi ini, pihaknya segera mengambil langkah penegakan hukum untuk melakukan penindakan atas masalah ini dengan menggandeng semua pihak yang terkait, misalnya Imigrasi, polisi dan instansi lainnya.

Bahkan Cok Ace mengatakan, beberapa negara sedang mengalami masalah serbuan warga Negara Tiongkok seperti ini, misalnya di Thailand dan Vietnam.

Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dewa Mahendra mengatakan ketika tim akan masuk ke toko sempat ada yang menghentikannya seperti mencoba menghalang-halanginya, namun akhirnya bisa diterobos.

Diduga Ada Permainan

Ketua Komite Tiongkok DPP Asita Hery Sudiarto memastikan toko-toko ini tidak membolehkan wisatawan selain Tiongkok untuk masuk. Diduga karena ada permainan di sana.

Sebelumnya, Ketua Bali Liang (Komite Tiongkok Asita Daerah Bali) Elsye Deliana, menjelaskan, saat ini memang wisatawan Tiongkok kunjungan tertinggi di Bali.

Namun ada praktik-praktik curang yang terkait Bali yang ‘dijual’ murah sudah menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan bagi Bali.

Ia menuturkan Bali awalnya ‘dijual’ dengan angka 999 RMB atau sekitar Rp 2 juta, kemudian turun menjadi 777 RMB sekitar Rp 1,5 juta, kemudian turun lagi menjadi 499 RMB atau sekitar Rp 1 juta dan terakhir 299 RMB atau sekitar Rp 600 ribu.

Dan terakhir sampai Rp 200 ribu, namun penerbangan sekitar 200 wisatawan itu dibatalkan oleh Pemerintah Shenzhen, karena dianggap harganya tidak sehat.

“Ini terjadi karena ada permainan besar dari penjual. Ada pengusaha dari Tiongkok juga yang membangun usaha art shop di Bali. Dengan jumlah yang sudah cukup banyak di Bali. Toko-toko ini yang menyubsidi wisatawan dengan biaya murah itu ke Bali,” katanya.

“Namun mereka nantinya wajib masuk ke toko-toko itu. Namun mereka sudah seperti beli kepala, wisatawan itu wajib masuk toko itu. Seperti dipaksa belanja di sana. Mereka masuk, kemudian membeli barang- barang berbahan lateks, seperti kasur, sofa, bantal dan lainnya,” ujarnya.

Mereka berada di Bali selama lima hari empat malam. Selanjutnya, selama empat hari hanya masuk toko-toko milik orang Tiongkok.

Bahkan diduga pembayarannya juga dengan wechat (pola Tiongkok) dengan sistem barcode. Atas kondisi ini citra pariwisata Bali jelek di Tiongkok, dianggap Bali hanya punya toko-toko untuk berwisata. (Tribunnews)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index